Balasan Setimpal

Sejak kejadian lima tahun yang lalu, aku mengalami sedikit depresi disebabkan kejadian sadis yang terjadi didepan mata kepalaku. Seorang pria paruh baya dengan pisau pemotong daging di tangannya menggorok dan menyayat-nyayat tangan dan perut orang tuaku. Kala itu aku baru pulang sekolah, seperti biasa aku duduk sebentar di teras rumah membuka sepatu dan kaus kaki. Ketika tanganku hendak menyentuh gagang pintu dari dalam rumah aku mendengar bunyi seperti beberapa orang yang sedang berseteru, jadi kuputuskan untuk tidak langsung masuk ke dalam rumah. Ku pandangi dari lubang kunci pintu, ku lihat ayah dan ibu bersitegang dengan lelaki itu, orang itu mengeluarkan kalimat yang penuh dengan cacian dan kata-kata yang kasar. Dia memegangi ibu dengan sebelah tangannya dan tangannya satu lagi memegang pisau yang diarahkan ke leher ibuku “jika kamu berani mendekat dan melawan, aku tidak akan segan-segan untuk membunuh wanita ini..” teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak. Melihat kejadian itu sontak aku kaget dan berusaha memanggil warga kampung, aku bersorak-sorak meminta bantuan pada setiap orang yang aku temui di jalan. Namun sayang, bantuan yang aku anggap akan menyelamatkan kedua orang tua yang aku sayangi rupanya terlambat sudah. Setiba disana aku melihat ayah dan ibuku telah meregang nyawa dengan luka yang bersimbah darah dengan keadaan yang mmengenaskan. Aku menangis sejadi-jadinya tak terima dengan yang ada di depan mataku aku pun berlari ke belakang dan melihat orang itu sedang berlari menuju kebun jagung yang letaknya berada di belakang rumahku.

 

“pembunuuuh…. Mau lari kemana kau manusia laknat” teriakku mengeluarkan banyak hujatan dan kata-kata kasar padanya. Seketika warga langsung datang berlarian mengejar lelaki pembunuh tersebut dan kami berhasil menangkapnya. Warga yang geram atas perlakuannya tersebut langsung mengeroyok dan menghajarnya hingga babak belur, dia berteriak-teriak meminta maaf dan memohon belas kasih pada massa, akan tetapi dia tidak di dengarkan oleh bapak-bapak dan pemuda yang menghajarnya. Akhirnya ia pun kami bawa ke kantor polisi setempat untuk mempertanggung jawabkan atas apa yang telah ia perbuat pada kedua orang tuaku. Aku tidak terima atas apa yang telah ia lakukan pada ayah dan juga ibuku, hanya karena uang yang tidak seberapa ia dengan tega menukar dengan nyawa dari orang yang telah bersusah payah membesarkanku. Aku menginginkan nyawa di bayar dengan nyawa, aku menginginkan ia juga mati tapi aparat penegak hukum hanya bisa memberikannya hukuman selama 15 tahun penjara. Aku benar-benar tidak akan pernah lupa atas kejadian itu, sampai detik ini aku masih di hantui oleh bayangan kedua orang tuaku, aku masih belum bisa percaya jika mereka telah tiada dan aku terpaksa harus mengikhlaskan kedua orang tuaku. Aku hanya bisa mendoakan dan memohon kepada-Nya untuk yang terbaik, kelapangan kubur dan surga bagi ayah ibu. Sekarang aku sudah tamat sekolah. Aku membuka usaha service dan instalasi computer di rumah, semenjak ayah ibu tiada aku banting tulang untuk mencukupi kebutuhan dan biaya hidupku sendiri. Betapa pahit dan getirnya kehidupan yang aku rasakan semenjak ditinggal mereka, aku bersekolah sambil bekerja sebagai pengamen, mencari ikan atau pun belut di sawah, semua pekerjaan aku tekuni demi kebutuhan hidup. apapun akan aku lakukan untuk mengenyam dan menamatkan pendidikanku yang sudah tanggung untuk tak dilanjutkan. Rasa malu dan gengsi sudah tidak aku hiraukan lagi, terkadang teman-temanku yang melihat susahnya kehidupanku yang sekarang merasa kasihan, terkadang mereka membelanjakan aku di kantin, memberikan aku makanan, mengajakku minum dan terkadang juga ada yang dengan sengaja membawa bekal nasi beserta lauk pauk untukku. Aku merasa sangat beruntung memiliki teman seperti mereka, karna mereka sangat peduli dan baik padaku. Usaha yang aku telateni sekarang adalah bentuk dari hasil jerih payahku selama beberapa tahun ini. Aku tidak menyangka jika aku bisa melalui badai yang menerjang kehidupanku. Waktu terus berlalu, musim terus berganti dan kini aku telah menamatkan kuliahku di jurusan hukum. sekarang aku telah beralih profesi sebagai jaksa, betapa senangnya hati orang tuaku disurga melihat anaknya kini telah tumbuh menjadi pria sukses. Aku tinggal pada sebuah rumah yang terbuat dari kayu jati, rumah yang cukup sederhana buatku.

 

“15 tahun telah berlalu, kini pembunuh berdarah dingin itu pasti sudah keluar dari penjara” terkaanku.

 

Aku menjalani hari-hariku sebagaimana mestinya hingga pada suatu malam aku mendengar suara ketukan dan gesekan-gesekan di dinding rumahku. aku membukakan pintu dan melangkah keluar untuk melihat siapa yang mengetuk pintu malam-malam begini, akan tetapi tidak ada siapapun diluar.

 

“Sudahlah, mungkin hanya salah dengar” ucapku. Aku pun menutup pintu rumah kembali dan masuk ke kamar, ketika aku hendak masuk ke kamar untuk beristirahat, kembali aku mendengar suara  ketukan yang berulang sebanyak tiga kali. Aku berjalan keluar dan melihat sekitar teras dan tidak ada siapapun disana, aku masuk kedalam rumah dan mengunci pintu. Esok harinya sepulang bekerja aku ketiduran di kursi sofa dekat TV dengan kondisi TV yang masih hidup. Aku tersintak dari tidurku yang lelap, mematikan TV dan melangkah meninggalkan sofa. Baru lima langkah kakiku terayun aku mendengar bunyi pintu diketuk seperti yang terjadi tadi malam. Aku tak ambil pusing dan tak menghiraukan suara tersebut disebabkan rasa kantukku yang amat sangat. Dinding rumahku seperti digesek menggunakan suatu benda yang menyebabkan bunyi bising. Aku biarkan bunyi itu dan aku tidur sepulas-pulasnya hingga esok harinya  saat aku pulang bekerja larut malam aku melihat seorang laki-laki tua memegang parang sedang berdiri di depan pintu rumahku. aku memberhentikan langkah kakiku dan mengendap-endap pada sebuah rumpun pisang yang tumbuh lebat. Aku tidak tahu siapa dia dan mengapa dia berada didepan pintu dan kenapa dia melakukan hal tersebut. Aku melihatnya mengetuk pintu dan menggesek-gesekkan parang tersebut pada dinding rumahku. Mungkin dia mengira aku berada di dalam rumah dan mencoba menaukit-nakutiku dengan ketukan dan gesekan-gesekan. Naluriku mengatakan jika laki-laki itu adalah orang yang telah menerorku kemarin, kecurigaanku diperkuat dengan perbuatan yang ia lakukan sama seperti kejadian tadi malam. Akan tetapi aku tidak langsung menyergapnya ditempat, sebab aku ingin mengetahui siapa dia dan apa tujuannya datang meneror. Setelah ia pergi aku melangkah meninggalkan semak tempat persembunyianku tersebut. Pagi-pagi sekali aku telah berangkat bekerja untuk memenuhi tanggung jawab sebagai jaksa. Setelah tugas selesai, aku pergi pada sebuah toko peralatan elektronik yang cukup terkenal dikota tempat tinggalku. Aku membeli 4 kamera pengintai untuk dipasang pada sekeliling rumah, tujuannya agar aku bisa memata-matai pelaku yang menakut-nakutiku tersebut. Hari ini aku sengaja tidak pulang ke rumah sebab aku ingin tidur tanpa gangguan, pergilah aku menginap pada sebuah hotel untuk melepas rasa penat seharian bekerja. Tak lupa aku mencari jasa tukang pasang untuk memasangkan keempat kamera yang telah aku beli tadi. Paginya aku pulang ke rumah membawa seorang tukang, pria itu aku suruh memasang kamera di depan dan belakang rumah. Kerjanya sangatrapi dan cepat selesai, kamera tersebut terhubung pada komputer di rumah dan ponsel pintarku. Sehingga aku bisa mengintai orang yang sengaja mengganggu kediamanku, dua hari setelah memasang kamera tidak ada tanda-tanda orang yang datang ke rumah seperti malam-malam kemarin. Aku berfikir bahwa orang tersebut mungkin sudah lelah dan bosan sehingga ia kewalahan, akan tetapi esok malamnya ia datangkembali. Terbukti dari kamera yang aku pasang, terlihat seorang laki-laki berdiri di depan pintu rumah. Aku tak menyangka ternyata lelaki yang menggangguku selama ini adalah pembunuh yang telah menghilangkan nyawa kedua orang tuaku. Aku sangat geram melihatnya mengapa selalu mengganggu kehidupanku, tidak puas sudah membunuh ayah ibuku sekarang ia datang padaku. Esoknya aku melaporkan kejadian itu pada polisi dengan bukti yang telah aku dapat malam tadi. Malam harinya pria itu datang lagi membawa parang dan menyiramkan bensin pada sekeliling rumah, aku langsung menelfon polisi dan segera keluar melalui dapur agar dia tidak melihatku. sepuluh menit setelah itu polisi datang dan berusaha untuk menangkap pria tersebut dengan mengepung halaman rumah, ia mencoba kabur melarikan diri tapi aku berhasil menangkapnya dibelakang rumah, ketika ia akan mengayunkan parang yang ada di tangannya pada kepalaku polisi langsung melihat kejadian tersebut dan berhasil menggagalkan niat jahatnya tersebut, polisi menembak tepat pada kakinya dan membawanya ke kantor polisi. Kali ini ia akan menghabiskan masa tua dan sisa hidupnya di penjara. Itu balasan yang sangat setimpal atas apa yang telah ia perbuat padaku dan mendiang orang tuaku. Aku bernafas lega karna sekarang sudah tidak ada lagi yang akan datang mengusik hidupku.

 

Share This Post: