TAK AKAN KEMANA KU CARI

Aku masa itu masih sangat remaja, terlalu muda untuk mengenal yang namanya cinta. Aku adalah anak yang dilahirkan dalam keluarga yang sederhana. Tak pernahku ingkari keadaan keluarga ini, namaku Hanafi anak kedua dari tiga bersaudara yang jagoan semua. Dan Ibu satu-satunya wanita tercantik dirumahku, Ayah akan selalu bersaing dengan kami untuk mendapatkan perhatian Ibu.  Saat itu aku masih duduk dibangku pendidikan SMP, disaat teman sumuranku sedang mengalami masa-masa ingin mnegenal lebih dekat dengan teman perempuan. Aku selalu menghindar, jangankan untuk hanya sekedar ngobrol menatap wajahnya saja aku tidak berani. Abangku sempat menertawakanku, karena sikap pemalu dengan teman perempuan. Namun aku tidak terlalu menghiraukannya, setiap ada teman perempuan dikelas yang bartanya aku hanya menjawab saja tidak berani menatap matanya. Satu-satunya teman satu kelas yang tidak pernah mengajakku berbicara hanya Mifta.  

 

Mifta adalah anak dari teman   Ayah, sama-sama mengajar mata pelajaran yang sama di SMA tetapi tidak hanya itu saja mereka juga memiliki hobi yang sama yaitu memancing. Kalau tidak Ayah Mifta yang sering datang kerumah, Ayah yang mendatangi beliau kerumah sesekali. Baru saja Ayah pulang dari rumah Miftah, langsung menggodaku dengan Mifta. Barangkali semua candaan Ayaha agar aku tak malu lagi saat berbicara dengan teman perempuan. Jujur saja jika aku lihat, sepertinya Mifta benar-benar anak yang sopan, pintar dan gadis cantik dikelasku, biarlah... karena bagaimanapun juga aku tidak akan berani menatapnya saat bertemu. Entah mengapa aku bisa sangat pemalu begini, kalau Ayah dan Abang sudah mulai menggodaku, hal yang seringa aku lakukan adalah mengajak adik pergi bermain keluar rumah.

 

Waktu terus berlalu, saat lulus SMA Abang melanjutkan pendidikan Sarjana keluar kota dari beasiswa yang didapatkannya. Semuanya berjalan lancer untuk Abang, aku bangga kepadanya berkat kerja keras dan semangatnya selama ini. Namun, hal yang awalya terlihat berjalan lancar dan baik, seketika membuatku benar-benar terenyuh... Saat hendak mengirim berkas beasiswa ke Kantor Pos, Abang mengalami kecelakan dengan mobil proyek yang sedang melakukan perbaikan jalan. Saat hendak berbelok Abang akan mendahului mobil sebelum mobil truk tersebut menghidupkam lampu sen kendaraan Abang berpapasan sehingga kecelakaan tersebut tidak dapat terhindarkan. Saat itu aku baru pulang dari pendaftaran hendak masuk SMA, sedangkan Ayah, Ibu dan Adik sedang dalam perjalanan balik mudik. Betapa bingungnya aku saat itu... setelah menghubungi Ayah aku langsung mendatangi ruangan tempat Abang Iqbal dirawat. Tak sanggup aku menatapnya terlalu lama, parahnya luka yang dialami Abang aku dan betapa besarnya rasa sakit yang dialami. Aku takut dia melihatku meneteskan air mata, jika aku turut menangis dihadapannya akan membuatnya semakin sakit.

 

Lama aku berdiri di luar ruangan, setelahku lihat Abang Iqbal sudah tertidur aku baru memberanikan diri memasuki ruangan. Malam sudah semakin larut... akhirnya membuatku tertidur dikursi tepat disebelah tempat tidur Abang Iqbal. Terdengar senyap ditelingaku dan udara masih terasa dingin sehingga mataku masih terlalu susah dibuka. Seperti suaru Ibu yang sedang berbicara dengan seseorang, kucoba membuka mata pelan. Ternyata Ibu sedang berbicara dengan Dokter yang menangani Abang Iqbal. Aku melihat Ibu meneteskan air mata saat sedang berbicara, ternyata Ayah dan Adik sudah didalam ruangan terpaku melihat Abang Iqbal.  Aku bergegas mengambilkan kursi untuk Ayah, bukan hanya aku... tetapi Ibu dan Ayah sama sedihnya denganku atas semua peristiwa ini. Aku menghampiri Ibu usai berbicara dengan Dokter, aku membimbing Ibu menuju ruangan. Atas penjelasan Dokter ternyata Abang Iqbal harus menjalani  terapi karena kelumpuhan yang dialami akibat kecelakaan itu, Ibu menyuruhku untuk membawa Adik pulang, agar aku dapat bertukar pakaian karena sudah seharian menjaba Abang di rumah sakit.

 

Sebelum kembali kerumah sakit aku terlebih dahulu mengentarkan berkas pendaftaran untuk masuk SMA untuk pendaftaran disekolah lainnya lagi. Aku membawa Adik ikut karena sehabis dari sekolah aku langsung kembali ke Rumah Sakit untuk melihat kondisi Bang Iqbal. Dokter bilang kondisi bang Iqbal akan berangsur membaik jika menjalani terapi selama tiga bulan.

 

Aku melihat Bang Iqbal sangat murung... karena harapannya untuk melanjutkan pendidikan Sarjana harus ditunda.  Setelah satu minggu menjalani perawatan di Rumah Sakit Bang Iqbal sudah diperbolehkan pulang, hanya saja dalam satiap dua hari sekali harus terapi kerumah sakit.  Sepulangnya Bang Iqbal, Ibu sudah menyediakan makanan kesukaannya terutama sate kambing kesukaannya. Terlihat lelah wajah Ibu dan Ayah namun berusaha tetap telihat baik di depan kami. Aku selalu sehabis pulang sekolah lebih sering ngajak Bang Iqbal ngobrol agar tidak selalu terlihat murung. Hari demi hari kondisi Bang Iqbal semakin membaik, Ayah dan Ibu tidak pernah menyerah untuk membuat Bang Iqbal tetap semangat dan terbukti dengan kondisi kesehatan yang semakin membaik.

 

Setelah tiga bulan berlalu... kondisi Bang Iqbal dikatakan telah seratus persen pulih dan sudah dapat berjalan dengan normal tanpa alatbantu tongkat maupun kursi roda lagi. Terpancar wajah kebahagian dari  Ayah, Ibu, Bang Iqbal dan Adik, apalagi aku yang  melihat kepulangan Abang dari Rumah Sakit terapi hari itu. Akhirnya Abang kembali penuh semangat, lama tak kulihat senyumannya...

 

Tidak terasa waktu berlalu, aku sudah akan naik kelas dua saja. Bang Iqbal kembali mencoba kesempatan untuk mendapatkan beasiswa yang sudah terlewatkan tahun lalu akibat kecelakaan yang dialaminya. Aku tak henti selalu menyemangati Bang Iqbal terutama Ibu dan Ayah, aku sangat kagum dengan semangat Bang Iqbal untuk kembali meraih mimpinya yang dulu sempat tertunda. Setelah satu minggu berlalu, ada surat dari Pos yang baru saja datang kerumah. Surat Pos tersebut ternyata balasan dari surat beasiswa yang Bang Iqbal inginkan, saat hendak meberikannya aku berharap semoga kabar baik yang akan diterima... Setelah surat itu sampai ke tangan Bang Iqbal, dia langsung membukanya dengan penuh semangat. Setelah membaca surat itu, Bang Iqbal menatapku dan tersenyum... tak lupa Abang mengucapkan syukur beasiswa yang berhasil diraih. Segera Bang Iqbal menemui Ibu dan Ayah yang sedang di halaman belakang rumah. Akhirnya kabar gembira ini semakin melengkapi keceriaan keuargaku.

 

Berhubung kampusnya diluar kota jadi Bang Iqbal harus berangkat lebih awal, untuk melengkapi administrasi dan mencari kost yang nanti akan ditempati. Keesokkan harinya Bang Iqbal dan Ayah langsung berangkat untuk mengurus segala keperluan kuliah bang Iqbal. Sebelum keberangkat, terlihat tangis bahagia saat Ibu hendak melepas Bang Iqbal sebelum beragkat, akupun ikut menangis haru karena sedih rasanya tidak bisa sesering biasanya bertukar fikiran dan sekedar bercanda ringan dengan Abang.

 

Sudah tiga tahun saja, dalam hitungan hari aku sudah akan lulus pendidikan SMA. Bercermin dengan semanagat Bang Iqbal, aku berharap semoga juga berhasil mendapatkan beasiswa seperti yang berhasil diraih Bang Iqbal. Sebelum memilih universitas dan jurusan yang akanku pilih, terlebih dahulu aku membicarakannya dengan Ayah dan Ibu. Setelah menunggu berhari-hari, akhirnya pengumuman online hasil kelulusan beasiswa akan keluar hari ini. Aku harap saat membuka websitenya kabar baik yang aku dapat, jika aku berhasil mendapatkannya, akan sangat membantu untuk biaya pendidikanku kelak. Sehingga Ayah tidak terlalu pusing untuk memikirkan biaya kuliahku nanti. Pengumuman akan keluar nanti siang tepatya pukul 13:00, masih ada waktu tiga jam lagi menunggu.... tetapi perasaanku sudah tidak karuan menunggu hasilnya. Setelah shalat zuhur aku sudah sedia didepan komputer untuk melihat pengumuman beasiswa. Tanganku gemetar setelah melihat hasil pengumuman, segera aku mengambil sepeda dan mengayuhnya kerumah, untuk bertemu Ayah dan Ibu dirumah.   

 

Sesampainya dirumah... segera aku memeluk Ayah dan Ibu dan menangis terisak-isak.   Akhirnya aku berhasil masuk ke Universitas yang diidam-idamkan selama ini, aku sudah berjanji kepada diriku sendiri dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk masa depanku kelak, hingga dapat mebanggakan keluarga atas prestasi yangku raih.   Waktu berjalan sangat cepat, setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana aku sangat bersyukur dapat dapat meraih gelar kumlot dengan masa pendidikan selam tiga tahun lima bulan di Universitas,setelah usai wisuda aku kembali ke kampung halaman untuk sejenak memberi waktu untuk sedikit melepas rindu dengan keluarga.

 

Sebenarnya hal yang tidak kalah penting salama masa penghujung masa kuliahku, aku mencoba menjalin komunikasi dengan Mifta. Semuanya bermula saat pertemuan kami setelah beberapa bulan yang lalu diawali ketika angkatan Sekolah Menengah Pertama mengadakan reuni saat bulan Ramadhan. Seiring dengan berjalannya waktu aku sudah tidak canggung maupun takut lagi berbicara dengan teman perempuan. Meskipun saat itu aku sudah sejak lama mengenal Mifta, namun setiap kali menatap matanya aku selalu gugup. Maka aku memutuskan lebih baik untuk menjalin komunikasi saja jika dibandingkan harus berpergian keluar rumah   dan menghabiskan waktu berduaan saja.

 

Setelah menganggur satu bulan lamanya, akhirnya aku menerima panggilan disebuah perusahaan yang masih tergolong baru saat itu. Sebagai langkah awal dalam karir aku mencoba mengambil kesempatan itu. Meskipun berat harus kembali berpisah dengan keluarga di kampung, namun itu pengorbanan yang harus aku lakukan agar apa yang telah Ayah dan ibu upayan untuk pendidikanku selama ini, aku juga ingin dapat membahagiakan keluarga dengan hasil jerih payahku sendiri.Tak terasa sudah satu tahun lamanya aku bekerja di perantauan, dan seirig berjalannya waktu aku dan Mifta sudah berkomitmen meskipun kita tidak dalam konteks berpacaran namun lebih baik saling memberi kepercayaan. Saat aku baca berita di internet ternyata ada penerimaan PNS dikampung halamanku, dan akan diadakan seleksi dalam waktu dekat. Aku berencana akan mengikuti tes tersebut, namun aku belum memberi tahu Ayah dan Ibu atas keputusanku tersebut.

 

Sesampainya dirumah saat itu, aku mencoba menjelaskan kepada Ayah dan Ibu bahwa aku hendak mengikuti tes. Dua bulan setelah tes diadakan aku membuka website mengenai informasi pengumuman kelulusan pegawai. Aku sangat bersyukur atas usahaku dua bulan yang lalu berhasil aku dapatkan. Setelah memberikan surat pengunduran diri keperusahaan aku memutuskan segera kembali kekampung halaman, dan kepulangannku saat bertepatan dengan kepulangan Bang Iqbbal yang hendak meminta restu Ayah dan Ibu untuk meminang kekasih hatinya. Saat kami sedang berkumpul setelah makan malam, Ayah bertanya kepada ku, jika telah ada seseorang yang saat ini yang sudah siap untukku pinang Ayah memperbolehkanku mengikuti jejak Bang Iqbal. Seketika itu aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan Ayah. Saat itu juga aku langsung teringat dengan Mifta.

 

Ku coba untuk berbicara dan menjelaskan dengan pelan kepada Mifta, aku ingin meminangnya sebagai Istriku namun saat mengutarakannya kepada Mifta terdengar nada meragu dengan permintaanku itu. Aku hanya tak ingin permintaanku saat itu membuatnya mengambil keputusan terpaksa, mengakhiri pembicaraanku ditelfon malam itu, aku utarakan bahwa jika kamu tak menerima permintaanku saat ini, mungki kita tak berjodoh dan aku rasa akan lebih baik jika komunikasi ini tidak perlu berlanjut lagi.Setelah satu minggu lamanya tak terjalin komunikasi dengan Mifta, tiba-tiba telfon genggamku berdering, ternyata itu pangilan dari kakaknya Mifta, awalnya aku binggung kenapa kakaknya menghubungiku saat itu. Ternyata dia menyakan bagaiman hubunganku dengan Mifta karena sudah satu minggu ini Mifta terlihat murung oleh kakaknya. Dari pembicaraan kita saat itu, Kakak Mifta menjelaskan bahwa wanita alangkah bahagia hatinya jika kamu berjuang lebih dari sekedar ucapaku ditelfon saat itu.

 

Saat itu aku langsung menghubungi Mifta dan berbicara kepadanya, kembali aku ulangi niat baikku. Dan aku datangi rumahnya, sebelum mengakhiri pembicaraanku ditelfon, aku memintanya untuk membuka pintu rumah, aku sudah meninggalkan satu buket bungan mawar putih di atas meja itu. Tak ada yang sia-sia yang aku lakukan saat diam dan kembali aku perjuangkan. Mifta menerima permintaaku, akhirnya perjalannan ku bersamanya selama ini dengannya selama ini berujung dengan aku bersanding dengannya dipelaminan

 

Share This Post: